Minggu, 30 November 2008

Jawaban Sederhana Penuh Makna

Di suatu senja sepulang kantor, saya masih berkesempatan untuk ngurus

tanaman di depan rumah, sambil memperhatikan beberapa anak asuh yang

sedang belajar menggambar peta, juga mewarnai.

Hujan rintik – rintik selalu menyertai di setiap sore di musim hujan ini.

Di kala tangan sedikit berlumuran tanah kotor,...

terdengar suara tek...tekk.. .tek...suara tukang bakso dorong lewat.



Sambil menyeka keringat..., ku hentikan tukang bakso itu

dan memesan beberapa mangkok bakso setelah menanyakan anak - anak,

siapa yang mau bakso ?

"Mauuuuuuuuu. ..", secara serempak dan kompak anak - anak asuhku menjawab.



Selesai makan bakso, lalu saya membayarnya. ...

Ada satu hal yang menggelitik fikiranku selama ini ketika saya

membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang diterimanya. Yang satu

disimpan dilaci, yang satu ke dompet, yang lainnya ke kaleng bekas kue

semacam kencleng. Lalu aku bertanya atas rasa penasaranku selama ini.

"Mang kalo boleh tahu, kenapa uang - uang itu Emang pisahkan ?

Barangkali ada tujuan ?"



"Iya pak, Emang sudah memisahkan uang ini selama jadi tukang bakso

Yang sudah berlangsung hampir 17 tahun. Tujuannya sederhana saja,

Emang hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak Emang,

mana yang menjadi hak Orang lain / tempat ibadah,

dan mana yang menjadi hak cita – cita penyempurnaan iman ".



"Maksudnya.. . ?", saya melanjutkan bertanya.



" Iya Pak , kan agama dan Tuhan menganjurkan kita agar bisa berbagi dengan

sesama. Emang membagi 3, dengan pembagian sebagai berikut :

1. Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk memenuhi keperluan hidup

sehari - hari Emang dan keluarga.



2. Uang yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk

melaksanakan ibadah Qurban. Dan alhamdulillah selama 17 tahun menjadi

tukang bakso, Emang selalu ikut qurban seekor kambing, meskipun

kambingnya yang ukuran sedang saja.



3. Uang yang masuk ke kencleng, karena emang ingin menyempurnakan agama

yang Emang pegang yaitu Islam. Islam mewajibkan kepada umatnya yang

mampu, untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji ini tentu butuh biaya yang

besar. Maka Emang berdiskusi dengan istri dan istri menyetujui bahwa di

setiap penghasilan harian hasil jualan bakso ini, Emang harus

menyisihkan sebagian penghasilan sebagai tabungan haji.

Dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi

Emang dan istri akan melaksanakan ibadah haji.



Hatiku sangat...sangat tersentuh mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah

jawaban sederhana yang sangat mulia. Bahkan mungkin kita yang memiliki

nasib sedikit lebih baik dari si emang tukang bakso tersebut, belum

tentu memiliki fikiran dan rencana indah dalam hidup seperti itu.



Dan seringkali berlindung di balik tidak mampu atau belum ada rejeki.

Terus saya melanjutkan sedikit pertanyaan, sebagai berikut :

"Iya memang bagus...,tapi kan ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang

mampu, termasuk memiliki kemampuan dalam biaya....".



Iya menjawab, " Itulah sebabnya Pak. Emang justru malu kalau bicara soal

mampu atau tidak mampu ini. Karena definisi mampu bukan hak pak RT atau

pak RW, bukan hak pak Camat ataupun MUI. Definisi "mampu" adalah sebuah

definisi dimana kita diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri.

Kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang tidak mampu, maka

mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu. Sebaliknya

kalau kita mendefinisikan diri sendiri, "mampu", maka insya Allah

dengan segala kekuasaan dan kewenangannya Allah akan memberi kemampuan pada kita".



"Masya Allah...,sebuah jawaban eelegan dari seorang tukang bakso".



Sahabat....

Cerita ini sangat sederhana.

Semoga memberi hikmah terbaik bagi kehidupan kita. Amin

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda